Sabtu, 16 Mei 2015

KESEHATAN MENTAL TUGAS 2

1. FENOMENA DEPRESI
            Depresi pada orang normal diartikan sebagai keadaaan murung (kesedihan, patah hati, dan patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak puas, menurunnya aktivitas, dan pesimisme dalam menghadapi masa depan. Depresi pada abnormal dapat diartikan sebagai ketidakmauan yang ekstrim untuk merespons stimulus dan disertai menurunnya nilai diri, ketidakmampuan, delusi dan putus asa (Chaplin, 1995).
a. Teori Depresi
·         Teori depresi biologi ini menyimpulkan bahwa faktor penyebab depresi sebenarnya bersumber pada gen seseorang , dan ketidakberfungsian beberapa fisiologi dalam tubuh yang memungkinkan mampu melahirkan depresi (dalam Sarason dan Sarason,1989).
·         Dalam pandangan psikodinamika Sigmund Freud dan Karl Abraham depresi merupakan reaksi kompleks terhadap suatu kehilangan atau loss.
·         Menurut teori depresi behavioral, orang yang mengalami depresi menerima hukuman (punishment) daripada orang yang tidak mengalami depresi (dalam Sarason dan Sarason,1989). Mereka yang mengalami depresi akan dikucilkan dan dijauhi. Tindakan seperti itu, jika dilakukan secara terus menerus oleh lingkungannya akan semakin memperparah tingkat depresi penderita.
·         Teori depresi kognitif merupakan teori depresi yang paling banyak dipilih para peneliti. Teori depresi kognitif dinilai sangat efektif jika digunakan untuk bahan terapi penderita depresi. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang selalu berpikiran negatif tentang dirinya memiliki kecenderungan untuk depresi.Berbeda dengan yang selalu berpikiran positif terhadap dirinya. Orang yang selalu berpikiran negatif selalu menganggap semua yang dilakukannya adalah salah dan tak bermanfaat, mereka menganggap diri sendiri sebagai sosok yang lemah.
b. Penyebab Depresi
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab dari depresi, yaitu :
1. Penyebab Fisiologis (ketidakseimbangan zat kimia dalam tubuh, masalah fisik, genetik, jenis kelamin, obat-obatan).
2. Penyebab Psikologis (karakteristik, pemikiran irasional, keputus-asaan, stress emosional dan fisik yang berkepanjangan).
3. Penyebab Lingkungan (kehilangan, kegagalan, peran sosial).


c. Analisis Kasus (Fenomena Depresi Para Caleg Pasca Pileg 9 April 2014)
             Para caleg saling memperebutkan tiket untuk menuju kursi kekuasaan baik di DPRD maupun DPR RI pusat. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Demi mendapat suara terbanyak mereka rela mengeluarkan uang ratusan juta bahkan miliyaran rupiah demi sebuah jabatan dan kekuasaan. Mereka berlomba-lomba menyuap masyarakat dengan uang agar mereka dipilih, namun masyarakat sekarang sudah semakin cerdas, mereka diberi uang pasti diterima akan tetapi entah siapa yang dipilih dalam pileg. Akibatnya setelah pileg yang sudah dilaksanakan pada 9 April lalu, banyak para caleg mengalami depresi berat bahkan terkena gangguan jiwa karena mereka sudah mengeluarkan uang ratusan juta bahkan miliyaran rupiah akan tetapi mereka gagal dalam pileg dan itu artinya mereka gagal terpilih menjadi pejabat pemerintah, ada yang menuntut uang yang sudah disebar ke masyarakat untuk dikembalikan lagi, ada yang memblokir jalan umum, ada yang ngamuk di TPS, ada yang teriak-teriak, bahkan ada yang benar-benar gila yang sok memakai jaz dengan dasi dan sepatu layaknya seorang pejabat dengan bicara yang tidak jelas. Hal ini sangatlah disayangkan dan tentunya sangatlah memprihatinkan  karena  hanya akibat gila kekuasaan, malah mengakibatkan mereka benar-benar gila mental dan jiwanya.
            Pada kasus ini, terlihat sekali bahwa para caleg yang gagal dalam pileg mengalami depresi berat terdapat factor psikologis dan lingkungan yang mereka alami. Penyebab psikologisnya adalah stress emosional dan fisik yang mereka alami pasca pileg yang berkepanjangan, mereka tidak menerima kenyataan bahwa mereka telah gagal terpilih dan uang yang mereka hamburkan ratusan juta bahkan milyaran lenyap begitu saja dan menyisakan harapan kosong bagi mereka, dan penyebab lingkungannya adalah kegagalan yang mereka alami, mereka menetapkan tujuan yang tinggi yaitu sebagai anggota DPRD atau DPR RI dalam waktu yang singkat, menghamburkan banyak uang untuk menyuap masyarakat agar memilih mereka tetapi hasil dan kenyataan yang mereka terima jauh dari apa yang mereka harapkan.

2. HUBUNGAN KESEHATAN MENTAL DENGAN RELIGIUSITAS
            Pengertian agama menurut J.H. Leuba, agama adalah cara bertingkah laku, sebagai system kepercayaan atau sebagai emosi yang bercorak khusus. Sedangkan definisi agama menurut Thouless adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dia percayai sebagai makhluk atau sebagai wujud yang lebih tinggi dari manusia. Agama dapat memberi dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk terhadap kesehatan. Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan introspeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri. Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan intelektual.
            Agama sebagai fitrah manusia telah diinformasikan oleh Al-Qur’an.Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam QS.Ar Rum:30-31. Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap tersebut akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, puas, sukses, merasa dicintai, atau merasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan hak asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka dalam kondisi tersebut manusia berada dalam keadaan tenang dan normal. Ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajrannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan dapat berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan keduanya. Psikologi agama adalah salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan serta kejiwaan manusia. Pendapat yang paling ekstrem tentang hal tersebut masih menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai suatu bagian dari kehidupan pribadi manusia yang sangat erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya, bapak psikoanalisa Sigmund Freud, yang dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama menurut Freud tampak pada perilaku manusia sebagai suatu simbolisasi dari kebencian terhadap ayah yang direfleksikan dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan.


Sumber :
Lumongga lubis, Namora. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana
Riyanti, B.P. Dwi & Hendro Prabowo. 1998. Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Jalaluddin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada