Sabtu, 14 Mei 2016

Psikoterapi Tugas 2

Metode Terapi Humanistik Eksistensial

         Dasar terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri, dimana metode terapi ini memusatkan perhatiannya pada pengalaman-pengalaman sadar, masa sekarang “di sini dan kini” – dan bukan masa lampau. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan humanistik eksistensial-humanistik menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan terapinya, dan melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.



Tujuan terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Terapi eksistensial ini bertujuan untuk :
-  Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi secara sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
- Meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan betanggung jawab atas arah hidupnya
- Membantu klien menghilangkan kecemasan-kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

Fungsi dan peran terapis dalam terapi humanistik-eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
-  Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi ke pribadi
-  Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
-  Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
-  Berorientasi pada pertumbuham
-  Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
-   Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klie
- Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangannya
-   Mengurangi kebergantungan dari klien terhadapnya

Proses klien mencapai kesembuhan dalam terapi humanistik-eksistensial
Dalam terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus memutuskan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya. Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri, dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi real.

Teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Karena pendekatan humanistik-eksistensial ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
 Metode dan prosedur yang digunakan dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu kefase yang lain pada pasien yang sama.


Tujuan terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
  • Mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini.
  • Membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang selama ini tidak disadarinya.
  • Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
  • Membantu pasien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
  • Membangun hubungan kerja dengan pasien, dengan banyak mendengar & menafsirkan
  • Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan pasien
  • Mendengarkan kesenjangan & pertentangan pada cerita pasien
  1. Asosiasi bebas :
  1. Penafsiran
  1. Analisis Mimpi
  1. Analisis Resistensi
  1. Analisis Transferensi/Pengalihan
Teknik Logoterapi
1.     Persuasif
Salah satu teknik yang digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitannya.Frankl, menggambarkan hal ini dalam satu kasus tentang seorang perawat yang menderita tumor yang tidak dapat dioperasi dan mengalami keputusasaan karena ketidakmampuannya untuk bekerja dalam profesinya yang sangat terhormat.
2.     Paradoxical-intention
Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan.Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien fobia (ketakutan irrasional). Dengan teknik ini, konselor mengupayakan agar klien yang mengalami fobia mengubah sikap dari ‘takut’ menjadi ‘akrab’ dengan objek fobianya. Selain itu, teknik paradoxical intention sangat bermanfaat untuk menolong klien dengan obsesif kompulsif (tindakan yang terus-menerus dilakukan walaupun sadar hal itu tidak rasional).Antisipasi yang menakutkan terhadap suatu kejadian sering menyebabkan reaksi-reaksi yang berkembang dari peristiwa tersebut, misalnya pasien dengan obsesi yang kuat cenderung untuk menghindari obsesif-kompulsifnya. Dengan teknik paradoxical intention, mereka diajak untuk ‘berhenti melawan’, tetapi bahkan mencoba untuk ‘bercanda’ tentang gejala yang ada pada mereka, ternyata hasilnya adalah gejala tersebut akan berkurang dan menghilang. Klien diminta untuk berpikir atau membayangkan hal-hal yang tidak menyenangkan, menakutkan, atau memalukan baginya. Dengan cara ini klein mengembangkan kemampuan untuk melawan ketakutannya, seperti yang terdapat juga dalam terapi perilaku (behaviour therapy).
3.     De-reflection

Terapi eksistensial ini bertujuan untuk :
-  Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi secara sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
- Meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan betanggung jawab atas arah hidupnya
- Membantu klien menghilangkan kecemasan-kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

Fungsi dan peran terapis dalam terapi humanistik-eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
-  Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi ke pribadi
-  Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
-  Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
-  Berorientasi pada pertumbuham
-  Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
-   Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klie
- Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangannya
-   Mengurangi kebergantungan dari klien terhadapnya

Proses klien mencapai kesembuhan dalam terapi humanistik-eksistensial
Dalam terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus memutuskan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya. Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri, dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi real.

Teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Karena pendekatan humanistik-eksistensial ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
 Metode dan prosedur yang digunakan dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu kefase yang lain pada pasien yang sama.

Metode Terapi Psikoanalisa

                Psikoanalisa secara umum berarti suatu pandangan tentang manusia, dimana ketidaksadaran memegang peranan sentral. Psikoanalisa memandang kejiwaan manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang menimbulkan konflik. Konflik timbul karena ada dorongan-dorongan yang saling bertentangan, baik dari dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari. Tokoh utama dari psikoanalisa adalah Sigmund Freud. Teori dan teknik Freud yang membuatnya termasyhur adalah upaya penyembuhan mental pasiennya yang dikenal dengan istilah Psychoanalysis dan pandangan mengenai peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Psikoanalisa sebagai teori dari psikoterapi menguraikan bahwa gejala neurotik pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan mengenai hal-hal yang traumatik pada masa kanak-kanak yang ditekan.
                Terapi psikoanalisa adalah teknik pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini. Teknik ini menekankan menggali seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien. Didalam terapi psikoanalisa ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk menemui terapis.
                 Terapi psikoanalisa biasa digunakan atau diterapkan untuk orang-orang dengan masalah yang berkaitan dengan konsep utama dari psikoanalisa seperti adanya alam bawah sadar pada manusia yang mampu mendorong 3 prinsip dasar dari psikoanalisa sendiri (Id, Ego, Super Ego), hal kejiwaan yang merupakan bagian kesadaran (consciousness) danketidaksadaran (unconsiousness), serta mengedepankan pengaruh pengalaman-pengalaman dimasa lalu. Contoh beberapa masalah yang dihadapi antara lain: masalah dalam menjalin hubungan dengan orang lain, masalah yang berhubungan dengan akademik, depresi, kecemasan, trauma, dan masalah dimasa lalu yang mengganggu fungsi seseorang melakukan aktifitasnya sehari-hari.

Tujuan terapi :
Peran terapis :
eknik – teknik dalam terapi psikoanalisa :
Terapi asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman2 masa lalu & pelepasan emosi2 yg berkaitan dg situasi2 traumatik di masa lalu. Pasien secara bebas mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan, termasuk apa yang selama ini ditekan di alam bawah sadar. Pasien mengungkapkan tanpa dihambat atau dikritik. Namun, ada hal yang menjadi salah satu hambatannya yaitu pasien melakukan mekanisme pertahanan diri saat mengungkapkan hal, sehingga tidak semua hal bisa terungkap. Maka, pasien diminta untuk berbaring di dipan khusus dan psikoanalisnya duduk di belakang. Pasien dan psikoanalis tidak berhadapan langsung, sehingga diharapkan pasien dapat mengungkapkan pikirannya tanpa merasa terganggu, tertahan, atau terhambat oleh terapis.
Adalah suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan transferensi. Dengan kata lain teknik ini digunakan untuk menganalisis teknik-teknik yang lainnya. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri.
Adalah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada pasien atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud menganggap bahwa mimpi merupakan jalan keluar menuju kesadaran karena pada saat tidur, semua pemikiran yang ditekan di alam bawah sadar bisa muncul ke permukaan. Pada teknik ini difokuskan untuk mimpi-mimpi yang berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.
Adalah dinamika yang tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Terapis harus bisa menerobos kecemasan yang ada pada pasien sehingga pasien bisa menyadari alasan timbulnya resitensi tersebut. Setelah klien bisa menyadarinya, pasien bisa menanganinya dan bisa mengubah tingkah lakunya.
Adalah teknik utama dalam terapi psikoanalis karena dalam teknik ini, masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik ini diharapkan pasien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan pengaruh dari masa lalunya.
Perbedaan Terapi Humanistik Eksistensial dengan Person Centered Therapy
Terapi Humanistik Eksistensial
         Dasar terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri, dimana metode terapi ini memusatkan perhatiannya pada pengalaman-pengalaman sadar, masa sekarang “di sini dan kini” – dan bukan masa lampau. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan humanistik eksistensial-humanistik menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan terapinya, dan melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Terapi Person Centered
  Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupankesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception).
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik. Oleh karena itu konseling client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya. Pendekatan client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam. pendidikan konselor. Salah satu alasannya adalah, terapi client centered memiliki sifat keamanan. Terapi client centered menitik beratkan mendengar aktif, memberikan resfek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan intemal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran.
Teknik logoterapi lain adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat.Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan.Ini merupakan suatu jenis daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien. De-reflection tampaknya sangat bermanfaat dalam konseling bagi klien dengan  pre-okupasi somatik, gangguan tidur, dan beberapa gangguan seksual, seperti impotensi dan frigiditas 


Sumber :
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Prabowo, H. & Riyanti, B. P. D (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma
D.Gunarsa, Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Gunung Mulia: Jakarta