Sabtu, 18 Juni 2016

Tugas Psikoterapi 4

1. Bagaimana cara terapis untuk menjalankan tujuan dari terapi perspektif integratif hingga dapat membantu konseli untuk mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, ditandai adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan? (contoh 1 kasus)

Jawab:
Tujuan konseling dalam perspektif integratif yaitu membantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka konseli perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan konseli secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Terapi ini berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.
Contoh kasus : 
Mr. A adalah seorang pria lajang berusia 30 tahun yang telah mengikuti sesi psikoterapi karena menderita gangguan distimik (suatu kondisi kronis yang ditandai dengan gejala depresi yang terjadi hampir sepanjang hari), selama beberapa tahun terakhir ini. Setelah dilakukan eksplorasi dan interpretasi secara sadar, ditemukan faktor penyebab depresi. Ternyata Mr. A tidak pernah bisa menerima perpisahannya dengan orang tuanya yang terjadi ketika dirinya berusia sekitar 17 tahun. Pada saat itu, ia telah meninggalkan karir yang menguntungkan di industri musik untuk menjadi seorang musisi. Keputusan ini sangat memuaskan baginya secara emosional dan interpersonal, tetapi bagi orang tuanya hal ini merupakan kekecewaan besar dan pengkhianatan. Setelah mencoba untuk memperbaiki hubungan dan hanya menerima terus kemarahan dan kritik dari orang tuanya, Mr A akhirnya berhenti bertemu dan berhenti berbicara kepada mereka.

2. Bagaimana cara terapis mengetahui metode yang tepat untuk memilih teknik yang akan dilakukan dalam melakukan terapi bermain? (Contoh kasus)

Jawab: Dengan cara memberikan dan memperkenalkan beberapa permainan kepada klien yang bertujuan untuk mengetahui permainan yang tepat terhadap perkembangan yang baik untuk klien.
Contoh kasus : 
Anak tersebut diberitakan kelelahan akibat terlalu banyak mengikuti les di luar sekolah. Hingga mengakibatkan dirinya berbicara angka-angka setiap kali bertemu dengan seseorang. Selain harus menempuh les matematika, anak ini pun mengikuti les lain seperti les bahasa inggris dan les mengaji. Konon, semua itu dilakukan demi menuruti kemauan Ibunya. Maka dari itu terapi yang cocok untuk kasus tersebut adalah Terapi Bermain, karena orang tua juga berperan dalam kemajuan anak. Dalam terapi ini juga orang tua dituntut oleh terapis untuk selalu memperhatikan potensi anak dalam bidang yang mereka sukai, bukan kemauan orang tua.

3. Bagaimana cara efektif yang harus dilakukan terapis dalam metode teknik terapi keluarga? (Contoh kasus)

Jawab : Yaitu dengan menggunakan proses yang memungkinkan anggota-anggotanya untuk memberikan respons terhadap berbagai situasi emosional secara lebih efektif. Refleksi diri tentang keluarganya sendiri merupakan hal yang berguna bagi terapis kelu
arga.
Contoh kasus: 

seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menampilkan suatu " False Self " yang ditampilkan pada saat yang sama diajuga takut kecewa dan sulit mempercayai orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini menyebabkan kesulitan yang serius dalam perkawinannya.

Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika yaitu untuk menolong anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya beraksi satu sama lain di dalam keluarga.
Disini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas dengan membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan memverbalisasilan pikirannya. Terapist hendaknya dab tudak secara aktif melakukan intervensi juga hindari memberi saran dan memanipulasi keluarga.


Sumber :
Almasitoh, U.H. (2012). Model terapi dalam keluarga. Jurnal Magistra No.80, ISSN 0215-951
Jerry, G. 2002. Encyclopedia of Psychotherapy: Integrative Approaches of Psychotherapy.             USA: Elsevier Science

Sabtu, 11 Juni 2016

Tugas Psikoterapi 3

1. Metode Transaksional Analisis
Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi ini lebih cocok digunakan untuk terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru. AT menekankan aspek-aspek kognitif rasional-Behavior dan berorientasi pada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
     Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Teori Berne menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti yang dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabaian, dan ciri khas. Karena sifat operasional AT dengan kontraknya, taraf perubahan klien bisa dibentuk.

    A. Perwakilan-perwakilan Ego
       AT  adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah, yaitu ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anak.
       Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan exteropsyche adalah prototype yang dtampilkan seseorang seperti layaknya bokap nyokap. Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengon&trolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengomand, melarang, mencegah atau memerintah.
       Kondisi ego orang dewasa (D) atau neopsyche adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek. Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemrosesan informasi dari data dan fakta lapangan.
       Kondisi ego anak (A) atau  archaeopsyche merupakan keadaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh orang lain.

   B. TEKNIK DAN PROSEDUR TERAPI
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan TA menurut Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan TA sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok.
Prosedur pada TA dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988), dia menggabungkan konsep dan prosedur TA dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam TA, yaitu;
1. Analisis struktural, para konseli akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu konseli untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu konseli untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2. Metode-metode didaktik, TA menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
      3. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
            4. Permainan peran, prosedur-prosedur TA dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
          5. Analisis upacara, hiburan, dan permainan, AT meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang lain dan memperoleh perhatian.
       6. Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementsan sandiwara.

  C. TIGA JENIS TRANSAKSI ANTARPRIBADI
            Berne mengajukan tiga jenis transaksi antarpribadi yaitu:

   1. Transaksi komplementer ; jenis transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam komunikasi antarpribadi karena ter­jadi kesamaan makna terhadap pesan yang mereka pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun dalam jenis sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama, sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-anak. Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi tran­saksi yang bersifat komplementer karena di antara mereka dapat memahami pesan yang sama dalam suatu makna.
  2. Tran­saksi silang ; terjadi manakala pesan yang dikirimkan komunikator  tidak mendapat respons sewajarnya dari komunikan. Akibat dari transaksi silang adalah terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam memberikan makna pesan. Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian, terjadi kesalah­pahaman sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema pembicaraan lain.
  3. Transaksi tersembunyi ; jika terjadi campuran beberapa sikap di antara komunikator dengan komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lainnya. Sikap tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan respons tetapi ditanggap lain oleh si penerima. Bentuk-bentuk transaksi tersembunyi bisa terjadi jika ada 3 atau 4 sikap dasar dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antar­pribadi namun yang diungkapkan hanya 2 sikap saja sedangkan 1 atau 2 lainnya ter­sembunyi. Jika terjadi 3 sikap dasar sedangkan yang lainnya di­sembunyikan maka transaksi itu disebut transaksi tersembunyi 1 segi (angular). Kalau yang terjadi ada 4 sikap dasar dan yang disembunyikan 2 sikap dasar disebut dengan dupleks.

  D. FAKTOR YANG MENGHAMBAT TRANSAKSI ANTAR PRIBADI
            Berne juga mengemukakan terdapat beberapa faktor yang menghambat terlaksananya transaksi antar pribadi, atau keseim­bangan ego sebagai sikap yang dimiliki seseorang itu. Terdapat dua hambatan utama yaitu:
1.      Kontaminasi (contamination)Kontaminasi merupakan pengaruh yang kuat dari salah satu sikap atau lebih terhadap seseorang sehingga orang itu “berkurang” keseimbangannya.
2.      Eksklusif (exclusive), penguasaan salah satu sikap atau lebih terlalu lama pada diri seseorang. Misalnya sikap orang tua yang sangat mempengaruhi seseorang dalam satu waktu yang lama sehingga orang itu terus menerus memberikan nasihat, melarang perbuatan tertentu, mendorong dan menghardik.

 E. EMPAT POSISI DASAR HIDUP dalam BERKOMUNIKASI ANTARPRIBADI
1.      I’m OK-You’re OK
Individu mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan percaya orang lain.
2.      I’m OK-You’re not OK
Individu membutuhkan orang lain akan tetapi tidak ada yang dianggap cocok, individu merasa memnpunyai hak untuk mempergunakan orang lain untuk mencapai tujuannya.
3.      I’m not OK-You’re OK
Individu merasa tidak terpenuhi kebutuhanya dan merasa bersalah.
4.      I’m not OK-You’re not OK
Individu merasa dirinya tidak baik dan orang lain pun juga tidak baik, karena tidak ada sumber belaian yang positif.

   F. CARA MENGETAHUI SIKAP EGO
            Bagaimana cara mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap orang? Berne mengajukan empat cara, yaitu:
1.      Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang  digunakannya. Tingkah laku non­verbal tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kode-kode simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya. Di samping nonverbal juga melalui verbal, misalnya pilihan kata. Seringkali (umumnya) tingkah laku melalui komunikasi verbal dan nonverbal berbarengan.
2.      Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan orang lain. Dominasi satu sikap dapat dilihat kalau Pulan sangat menggurui orang lain maka Pulan sangat dikuasai oleh P dalam hal ini critical parent. Si Iteung suka ngambek maka Iteung dikuasai oleh sikap anak. Si Ucok suka bertanya dan mencari fakta-fakta atau latar belakang suatu kejadian maka ia dikuasai oleh sikap dewasa.
3.      Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil. Hal demikian dapat terlihat misalnya dalam ungkapan : buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara berbicara, gerak-gerik nonverbal mengikuti cara yang dilakukan ayah dan ibunya yang anda kenal.
4.      Mengecek perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks, tempat tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang tua, dewasa, ataupun anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seseorang.

2. Perbandingan Terapi Kelompok dengan Individual
          Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:- Tahapan orientasi- Tahapan kerja- Tahapan terminasi             Terapi Kelompok adalah terapi di mana orang yang memiliki penyakit emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke dalam kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu satu sama lainnya dalarn menjalani perubahan kepribadian. Dengan menggunakan berbagai manuver teknik dan gagasan teoritis, pembimbing menggunakan interaksi anggota kelompok untuk membuat perubahan tersebut.
         Terapi rasional emotif (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.
        Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
A. Tujuan Terapeutik
  1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
  1. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
  1. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
B. Fungsi dan Peran Terapis
  1. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
  1. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
  1. Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
  1. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
  1. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
  1. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
  1. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
  1. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
C. Hubungan Terapis dan Klien
Teapis berfungsi sebagai guu dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur – prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, teapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
  • Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
  • Menggunakan humor.
  • Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
  • Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
  • Bertindak sebagai model dan guru.
  • Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
  • Menggunakan “terapi kejutan vebal” atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
  • Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
  • Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu erat menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan terlibat sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi akan turut terobati.
Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketutmenerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a. Teknik Pengajaran – Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Teknik Persuasif – Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c. Teknik Konfrontasi – Konselor menyerang ketidaklogikan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d. Teknik Pemberian Tugas – Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Sosiodrama – Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b. Teknik ‘Self Modelling’ – Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c. Teknik ‘Assertive Training’ – Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
Teknik ini khusus untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini ialah:
a. Teknik Reinforcement – Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b. Teknik Social Modelling – Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi konseling.
1) Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2) Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3) Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
4) Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.
4. Terapi Perilaku
       Terapi ini mempunyai landasan utama pada teori belajar/learning theory. Perilaku yang aneh pada seseorang sebenarnya merupakan akibat yang tidak dikehendaki oleh seorang tersebut tetapi merupakan hasil dari cara belajar menghadapi situasi tertentu yang cenderung keliru. Tingkat keberhasilan cukup tinggi dengan menggunakan terapi ini.

Psikoterapi kelompok meliputi spektruin terapi teoritik dalam psikiatri suportif, terstruktur, terbatas waktu (sebagai contohnya, kelornpok dengan orang psikotik yang kronis), kognitif perilaku, interpersonal, keluarga, dan kelompok berorientasi analitik. Dua kekuatan utama terapi kelompok, jika dibandingkan dengan terapi individual, adalah (1) kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dan teman sebaya pasien dan (2) kesempatan bagi pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai transferensi.
3. Terapi Rasional Emotif
     Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
     Aktifitas-aktifitas therapeutic utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :

Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Utama

Atas pandangan itu, walaupun TRE lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam perawatan, tetapi aspek tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh sebab itulah dalam TRE, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.
1. Teknik-Teknik Kognitif
2. Teknik-Teknik Emotif
3. Teknik-Teknik Behavioristik
D. Langkah-Langkah Terapi Rasional Emotif
Terapi perilaku (behavior therapy) berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini.2
Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu:
1.  Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, yang membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Umpamanya seorang anak yang tidak berprestasi di sekolah dan nakal di kelas hanya dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain diajar oleh seorang guru yang lain.
2.  Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah atau dimodifikasi. Umpamanya seorang anak dapat diajar ntuk melihat dirinya sendiri dalam suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak menunjukkan ledakan amarah bila ia menghadapi frustasi.
3. Akibatnya suatu perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian perilaku itu dapat dimodifikasi. Umpamnya ia dihukum bila ia menganggu orang lain, degnan demikian rasa bermusuhan mungkin dapat diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.
Terapi perilaku dapat dilakukan secara individual ataupun  secara berkelompok. Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (umpamanya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (umpamanya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (umpamanya gagap, enuresis dan berjudi secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan hipomania.

Sumber :
Corey, G. Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT. Eresco
Prof. Dr .Singgih D. Gunarsa,Konseling dan Psikoterapi.2004.Jakarta.PT BPK Gunung Mulia
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Progam Bimbingan Dan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta

Sabtu, 14 Mei 2016

Psikoterapi Tugas 2

Metode Terapi Humanistik Eksistensial

         Dasar terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri, dimana metode terapi ini memusatkan perhatiannya pada pengalaman-pengalaman sadar, masa sekarang “di sini dan kini” – dan bukan masa lampau. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan humanistik eksistensial-humanistik menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan terapinya, dan melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.



Tujuan terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Terapi eksistensial ini bertujuan untuk :
-  Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi secara sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
- Meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan betanggung jawab atas arah hidupnya
- Membantu klien menghilangkan kecemasan-kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

Fungsi dan peran terapis dalam terapi humanistik-eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
-  Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi ke pribadi
-  Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
-  Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
-  Berorientasi pada pertumbuham
-  Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
-   Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klie
- Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangannya
-   Mengurangi kebergantungan dari klien terhadapnya

Proses klien mencapai kesembuhan dalam terapi humanistik-eksistensial
Dalam terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus memutuskan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya. Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri, dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi real.

Teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Karena pendekatan humanistik-eksistensial ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
 Metode dan prosedur yang digunakan dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu kefase yang lain pada pasien yang sama.


Tujuan terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
  • Mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini.
  • Membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang selama ini tidak disadarinya.
  • Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
  • Membantu pasien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
  • Membangun hubungan kerja dengan pasien, dengan banyak mendengar & menafsirkan
  • Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan pasien
  • Mendengarkan kesenjangan & pertentangan pada cerita pasien
  1. Asosiasi bebas :
  1. Penafsiran
  1. Analisis Mimpi
  1. Analisis Resistensi
  1. Analisis Transferensi/Pengalihan
Teknik Logoterapi
1.     Persuasif
Salah satu teknik yang digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitannya.Frankl, menggambarkan hal ini dalam satu kasus tentang seorang perawat yang menderita tumor yang tidak dapat dioperasi dan mengalami keputusasaan karena ketidakmampuannya untuk bekerja dalam profesinya yang sangat terhormat.
2.     Paradoxical-intention
Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan.Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien fobia (ketakutan irrasional). Dengan teknik ini, konselor mengupayakan agar klien yang mengalami fobia mengubah sikap dari ‘takut’ menjadi ‘akrab’ dengan objek fobianya. Selain itu, teknik paradoxical intention sangat bermanfaat untuk menolong klien dengan obsesif kompulsif (tindakan yang terus-menerus dilakukan walaupun sadar hal itu tidak rasional).Antisipasi yang menakutkan terhadap suatu kejadian sering menyebabkan reaksi-reaksi yang berkembang dari peristiwa tersebut, misalnya pasien dengan obsesi yang kuat cenderung untuk menghindari obsesif-kompulsifnya. Dengan teknik paradoxical intention, mereka diajak untuk ‘berhenti melawan’, tetapi bahkan mencoba untuk ‘bercanda’ tentang gejala yang ada pada mereka, ternyata hasilnya adalah gejala tersebut akan berkurang dan menghilang. Klien diminta untuk berpikir atau membayangkan hal-hal yang tidak menyenangkan, menakutkan, atau memalukan baginya. Dengan cara ini klein mengembangkan kemampuan untuk melawan ketakutannya, seperti yang terdapat juga dalam terapi perilaku (behaviour therapy).
3.     De-reflection

Terapi eksistensial ini bertujuan untuk :
-  Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi secara sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
- Meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan betanggung jawab atas arah hidupnya
- Membantu klien menghilangkan kecemasan-kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

Fungsi dan peran terapis dalam terapi humanistik-eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
-  Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi ke pribadi
-  Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
-  Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
-  Berorientasi pada pertumbuham
-  Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
-   Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klie
- Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangannya
-   Mengurangi kebergantungan dari klien terhadapnya

Proses klien mencapai kesembuhan dalam terapi humanistik-eksistensial
Dalam terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus memutuskan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya. Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri, dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi real.

Teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Karena pendekatan humanistik-eksistensial ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
 Metode dan prosedur yang digunakan dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu kefase yang lain pada pasien yang sama.

Metode Terapi Psikoanalisa

                Psikoanalisa secara umum berarti suatu pandangan tentang manusia, dimana ketidaksadaran memegang peranan sentral. Psikoanalisa memandang kejiwaan manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang menimbulkan konflik. Konflik timbul karena ada dorongan-dorongan yang saling bertentangan, baik dari dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari. Tokoh utama dari psikoanalisa adalah Sigmund Freud. Teori dan teknik Freud yang membuatnya termasyhur adalah upaya penyembuhan mental pasiennya yang dikenal dengan istilah Psychoanalysis dan pandangan mengenai peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Psikoanalisa sebagai teori dari psikoterapi menguraikan bahwa gejala neurotik pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan mengenai hal-hal yang traumatik pada masa kanak-kanak yang ditekan.
                Terapi psikoanalisa adalah teknik pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini. Teknik ini menekankan menggali seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien. Didalam terapi psikoanalisa ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk menemui terapis.
                 Terapi psikoanalisa biasa digunakan atau diterapkan untuk orang-orang dengan masalah yang berkaitan dengan konsep utama dari psikoanalisa seperti adanya alam bawah sadar pada manusia yang mampu mendorong 3 prinsip dasar dari psikoanalisa sendiri (Id, Ego, Super Ego), hal kejiwaan yang merupakan bagian kesadaran (consciousness) danketidaksadaran (unconsiousness), serta mengedepankan pengaruh pengalaman-pengalaman dimasa lalu. Contoh beberapa masalah yang dihadapi antara lain: masalah dalam menjalin hubungan dengan orang lain, masalah yang berhubungan dengan akademik, depresi, kecemasan, trauma, dan masalah dimasa lalu yang mengganggu fungsi seseorang melakukan aktifitasnya sehari-hari.

Tujuan terapi :
Peran terapis :
eknik – teknik dalam terapi psikoanalisa :
Terapi asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman2 masa lalu & pelepasan emosi2 yg berkaitan dg situasi2 traumatik di masa lalu. Pasien secara bebas mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan, termasuk apa yang selama ini ditekan di alam bawah sadar. Pasien mengungkapkan tanpa dihambat atau dikritik. Namun, ada hal yang menjadi salah satu hambatannya yaitu pasien melakukan mekanisme pertahanan diri saat mengungkapkan hal, sehingga tidak semua hal bisa terungkap. Maka, pasien diminta untuk berbaring di dipan khusus dan psikoanalisnya duduk di belakang. Pasien dan psikoanalis tidak berhadapan langsung, sehingga diharapkan pasien dapat mengungkapkan pikirannya tanpa merasa terganggu, tertahan, atau terhambat oleh terapis.
Adalah suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan transferensi. Dengan kata lain teknik ini digunakan untuk menganalisis teknik-teknik yang lainnya. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri.
Adalah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada pasien atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud menganggap bahwa mimpi merupakan jalan keluar menuju kesadaran karena pada saat tidur, semua pemikiran yang ditekan di alam bawah sadar bisa muncul ke permukaan. Pada teknik ini difokuskan untuk mimpi-mimpi yang berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.
Adalah dinamika yang tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Terapis harus bisa menerobos kecemasan yang ada pada pasien sehingga pasien bisa menyadari alasan timbulnya resitensi tersebut. Setelah klien bisa menyadarinya, pasien bisa menanganinya dan bisa mengubah tingkah lakunya.
Adalah teknik utama dalam terapi psikoanalis karena dalam teknik ini, masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik ini diharapkan pasien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan pengaruh dari masa lalunya.
Perbedaan Terapi Humanistik Eksistensial dengan Person Centered Therapy
Terapi Humanistik Eksistensial
         Dasar terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri, dimana metode terapi ini memusatkan perhatiannya pada pengalaman-pengalaman sadar, masa sekarang “di sini dan kini” – dan bukan masa lampau. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan humanistik eksistensial-humanistik menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan terapinya, dan melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Terapi Person Centered
  Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupankesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception).
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik. Oleh karena itu konseling client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya. Pendekatan client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam. pendidikan konselor. Salah satu alasannya adalah, terapi client centered memiliki sifat keamanan. Terapi client centered menitik beratkan mendengar aktif, memberikan resfek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan intemal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran.
Teknik logoterapi lain adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat.Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan.Ini merupakan suatu jenis daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien. De-reflection tampaknya sangat bermanfaat dalam konseling bagi klien dengan  pre-okupasi somatik, gangguan tidur, dan beberapa gangguan seksual, seperti impotensi dan frigiditas 


Sumber :
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Prabowo, H. & Riyanti, B. P. D (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma
D.Gunarsa, Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Gunung Mulia: Jakarta